Tahlilan Menurut Pandangan Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjama’ah) dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini bid’ah. Mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah.”
Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan al-Quran, lalu mendoakan kaum Muslimin yang masih hidup dan sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah, dan shalawat Nabi Muhammad SAW?”
Lalu Ibnu Taimiyah menjawab, “Berjama’ah dalam berdzikir, mendengarkan al-Quran dan berdoa adalah amal sholeh, termasuk qurbah (mendekatkan diri pada Allah) dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu."
Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah memiliki banyak malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dnegan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silakan sampaikan hajat kalian.”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu.”…. Adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca Al-Quran, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu maam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah Muhammad SAW dan hamba-hamba Allah yang sholeh, zaman dahulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, juz 22, halaman 305-306).
Pernyataan Syaikh Ibnu Taimiyah di atas memberikan beberapa kesimpulan:
Pertama: bahwa dzikir berjamaah dengan komposisi bacaan yang beragam antara ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.
Kedua: Dzikir bersama atau berjamaah dengan mengeraskan suara dan bacaan seragam seperti Tahlilan, tidaklah bid’ah, bahkan termasuk amal dan ibadah utama di setiap waktu.
Ini bukti bahwa ajaran Wahabi yang saat ini dari waktu ke waktu semakin ekstrim. Amaliyah yang dibolehkan oleh guru-guru mereka, sekarang mereka bid’ahkan. Jika memang Wahabi mengikuti jejak Ibnu Taimiyah, harusnya mereka menggelar tidak mempersoalkan tahlilan, bukan malah melarangnya. Apalagi sampai marah-marah menuduh bid'ah.
Sumber bacaan: Kitab Majmu’ah Fatawa Ibnu Taimiyah Juz 22 Hal 305-306 (download disini http://archive.org/download/mjftitdrwf/mft22.pdf)