Benarkah Al Qur'an menyatakan Allah Ada di langit atau di 'Arsy?

santripedia
Benarkah Al Qur'an menyatakan Allah berada di langit atau di 'Arsy?

Sekte salafi-wahabi mendakwa bahwa Al-Quran menyatakan Allah SWT berada di atas 'arsy dan atau di atas langit. Dakwaan mereka bermula dari pemahaman tekstual terhadap al-Quran surat Thaahaa ayat 5 yang berbunyi:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.”

Dan ayat semisalnya, kemudian menyimpulkan bahwa Allah berada di atas 'arsy atau berada di atas langit.

Jikalau demikian titik tolok memahaminya, mari kita perhatikan sebagian ayat-ayat Al-Qur'an di bawah ini dan kita pahami secara tekstual juga. Apakah ayat-ayat berikut singkron dengan pemahaman mereka atau justru terjadi kotradiktif:

1. QS. An-Nahl ayat 128:
إِنَّ اللّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.

2. QS. Al-Ankabut ayat 69:
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.

Jika kita lihat kedua ayat di atas secara tekstual, maka akan kita pahami bahwa Allah secara dzat bersama mereka yang bertaqwa dan berbuat baik. Berarti Allah turun dari 'arsy?!

3. QS. Al-Hadid ayat 4:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.

Pada satu ayat yang sama Allah menyatakan bahwa Allah berada di atas 'arsy dan di akhir ayat Allah menyatakan bahwa Allah berada bersama hamba-Nya di mana saja hamba-Nya berada.

4. QS. Al-Mujadilaah ayat 7:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا

"Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada."

Jikalau kita pahami secara tekstual Allah adalah ke 4 diantara 3 orang dan Allah adalah yang ke 6 diantara 5 orang yang berbicara. Dan Allah bersama mereka dimana saja mereka berada.

5. QS. Al-Baqarah ayat 186:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat."

6. QS. Qaaf ayat 16:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

"Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya."

7. QS. Al Waqi'ah ayat 85:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لَّا تُبْصِرُونَ

"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat,"

Jikalau kita pahami secara tekstual 3 ayat di atas, maka Allah sangat dekat sekali dengan kita, bagaimana mungkin berada di atas 'arsy yang jauh dari kita, bahkan kita tidak tahu 'arsy itu sendiri dimana. Langit itu sendiri entah dimana, yang jelas nun jauh lebih jauh dari pandangan mata kita!

8. QS. Al-An'am ayat 3:
وَهُوَ اللّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَفِي الأَرْضِ

"Dan Dialah Allah, baik di langit maupun di bumi"

9. QS. Al-Zukhruf ayat 84:
وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاء إِلَهٌ وَفِي الْأَرْضِ إِلَهٌ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ

"Dan Dia-lah Tuhan di langit dan Tuhan di bumi dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui."

Bukankah dua ayat di atas menjelaskan bahwa Allah ada di langit dan di bumi, bukan hanya di langit saja atau di atas 'arsy!

10. QS. Al-Alaq ayat 19
كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ

"Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan),"

Bukankah Allah menyuruh kita bersujud kemudian mendekat kepada Nya?! Apakah mungkin kita disuruh sujud dan disuruh mendekat sementara Allah jauh di atas arsy atau di atas langit?!

11. QS. Maryam ayat 52
وَنَادَيْنَاهُ مِن جَانِبِ الطُّورِ الْأَيْمَنِ

"Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur"

12. QS. Al-Qashash ayat 30
نُودِي مِن شَاطِئِ الْوَادِي الْأَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَن يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

"Diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam."

Pada dua ayat di atas dari mana kah Allah menyeru Nabi Musa?! Apakah Allah menyeru dari langit atau dari atas 'arsy?!

13. QS. Al-Baqarah ayat 115
فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ

"Maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah."

Kemanapun kita menghadap, ada Allah, kita mendapatiNya selalu, bukan hanya saat menengadahkan tangan ke langit!

14. QS. Al Ra'd ayat 2
اللّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ

"Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan."

Di ayat ini baru dijelaskan bahwa Allah berada di atas arsy.

KESIMPULAN
Jikalau ayat-ayat diatas dipahami keseluruhan secara tekstual, maka akan kita pahami bahwa kebanyakan ayat justru menjelaskan Allah berada di bawah, di alam ini, bukan berada di atas langit atau di atas 'arsy. Meskipun sebagiannya tetap menegaskan Allah berada di langit. Ini artinya secara sekilas nampak kontradiktif tentang tempat keberadaan Allah sesungguhnya. Saya yakin sahabat-sahabat saya tidak akan mengambil sebagian ayat al Qur'an dan mengabaikan sebagian yang lain. Karena ini bukan ciri-ciri seorang muslim yang baik, apalagi dikatakan sebagai manhaj salaf!

Saya juga yakin, bahwa kita tidak akan mengambil makna secara zahirnya (makna yang langsung di pahami dari lafaz), karena akan menyebabkan kita menyatakan Allah berada pada beberapa tempat yang disebutkan oleh ayat. Berarti tidak ada jalan lain selain;

1. Tafwidl (takwil ijmaly/global), mengimani bahwa apa yang disampaikan oleh Allah dan Rasul SAW adalah haq, makna yang mereka maksudkan adalah haq, dan kita tidak memaksa diri untuk mengetahuinya secara rinci, namun kita mesti menafikan makna yang dipahami secara langsung dari tekstual.

2. Takwil tafshily (takwil secara rinci), memahami setiap nash yang bermakna ambigu untuk Al Khaliq dan makhluq, dengan makna yang sesuai dengan bahasa arab dan sifat yang layak bagi Allah. Karena setiap nama berasal dari bahasa atau langsung dari syariat.

Tentu saja kita tidak akan melakukan takwil kepada sebagian ayat dan menghalangi sebagian ayat sesuai dengan kehendak kita.

Menurut Ibnu Al Jauzy di dalam kitab Daf'u Syubhatu Al Tasybih, kesalahan kelompok musyabihhah dan mujassimah dalam memahami sifat khabariyah, seperti tentang istiwa , disebabkan karena;

1. Mereka menamakan khabar-khabar dengan khabar sifat, padahal realitanya hanyalah sebagai idhafat (penyandaran). Secara kaidah dijelaskan bahwa tidak semua idhafah bermakna sifat. Perhatikanlah Allah berfirman :
ونفخت فيه من روحى
“Aku meniupkan kepadanya ruhKu”
Di sini jelas bahwa ada idhafah Allah dengan ruh. Akan tetapi tidak ada yang mengatakan bahwa Allah memiliki sifat ruh.

2. Mereka menyatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan adalah hadits mutasyabihat, yang tidak diketahui makna dan maksudnya kecuali oleh Allah. Namun kemudian mereka menafsirkannya dengan makna yang zhahir! Sangat mengherankan sekali, hal yang tidak diketahui kecuali oleh Allah, akan tetapi zhahir bagi mereka! Bukankah makna zhahir dari kalimat استواء (bersemayam) kecuali bermakna القعود (duduk) ?! dan kalimat النزول (turun) tidak dipahami, kecuali bermakna الانتقال (perpindahan) ?!

3. Mereka kemudian menetapkan pelbagai sifat bagi Allah, sedangkan sifat yang layak bagi Allah tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil yang layak untuk Zat Allah, yang bersifat qath`iy.

4. Di dalam masalah istbat (mentapkan sifat), mereka tidak bisa membedakan, bahwa khabar ada yang bersifat khabar masyhur seperti:
ينزل تعالى الى سماء الدنيا
Allah turun ke langit dunia

Dan ada khabar yang tidak sahih, seperti: hadits رأيت ربى فى أحسن صورة .
Aku melihat Tuhanku pada sebaik-baik bentuk.

Akan tetapi mereka justru menetapkan sifat bagi Allah dengan hadits masyhur dan hadits yang tidak sahih ini!

5. Mereka tidak bisa membedakan antara hadits yang marfu' (bersambungan sanad) kepada Rasul SAW., dan hadits yang mauquf (terputus sanad hanya sampai) kepada sahabat dan tabi'in, namun mereka menetapkan sifat dengan kedua hadits tersebut.

6. Mereka mentakwil sebagian lafaz pada tempat-tempat tertentu, seperti hadits:

ومن أتانى يمشى اتيته هرولة
Dan barangsiapa yang mendatangi Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berlari.
Mereka mengatakan bahwa hadits ini adalah untuk menunjukkan makna Allah memberikan nikmat. Anehnya mereka tidak melakukan takwil pada tempat yang lain?!

7. Mereka memahami hadits-hadits berdasarkan pemahaman indrawi, oleh karena itu mereka berani mengatakan: “Allah turun dengan dzatNya dan berpindah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain”, kemudian mereka mengatakan “bukan sebagaimana yang difikirkan!” Mereka justru sudah duluan memikirkan dan membuat bingung orang-orang yang mendengar pernyataan mereka serta melumpuhkan indra dan akal mereka.

Wallahu a'lam