Syekh Maulana Muhammad Syafe'i (I): Pelopor Dakwah Islam di Wilayah Selatan KBB

Ang Rifkiyal
Suasana Makam Keramat Cijenuk; Syekh Maulana Raden Muhamad Syafi'i
Suasana Makam Keramat Cijenuk; Syekh Maulana Raden Muhamad Syafi'i
Wilayah Selatan Bandung Barat merujuk pada beberapa tempat atau kecamatan yang meliputi Cihampelas, Cililin, Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu dan Rongga. Mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk agama Islam. Sejak lama, daerah ini dikenal salah satu kawasan di Bandung bagian Selatan sebagai “Kota Santri dan Pabrik Haji”. Atribut kultural ini sebagai penegasan pada identitas sosial masyarakatnya yang taat beragama.

Dalam catatan Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, daerah yang membawahi 16 kecamatan ini terdapat lebih dari 400 lembaga pendidikan Islam Pesantren. Sebagian besar dari pesantren tersebut berada di wilayah Selatan Kabupaten Bandung Barat. Dalam kurun tertentu terutama pada akhir abad 19 hingga pertengahan abad 20, banyak diantara Pondok pesantren di daerah ini yang menjadi tujuan para santri dan masyarakat dari berbagai penjuru Jawa Barat untuk menimba ilmu agama islam.

Namun sayangnya, hingga saat ini, belum ada catatan tertulis atau pun hasil penelitian yang secara rinci memuat tentang riwayat Islamisasi di daerah. Pembahasan tentang penyebaran Islam di daerah ini masih berkisar dari mulut ke mulut (tradisi lisan) berupa potongan-potongan kisah yang disampaikan oleh para orang tua (leluhur) maupun tokoh agama (ulama) setempat.

Dari berbagai sumber yang didapatkan, dikemukakan bahwa tokoh utama yang dikatakan sebagai pembawa ajaran Islam atau pelopor dakwah Islam di wilayah selatan Bandung Barat bernama Syekh Maulana Raden Muhammad Syafei atau yang dikenal pula Eyang Dalem Cijenuk. Diceritakan bahwa Eyang Dalem Cijenuk berperan menyampaikan dakwah pada beberapa wilayah di daerah ini. Bukti peninggalan dari tokoh awal penyebar Islam ini berupa makam keramat yang banyak diziarahi, baik oleh penduduk sekitar maupun dari daerah luar. Dalam waktu tertentu, terutama pada bulan Rabiul Awal (Mulud), makam-makam keramat ini seringkali diziarahi oleh masyarakat dalam jumlah yang lebih besar.

Dari mana asal muasal tokoh ini?

Ada dua pendapat yang mengemukakan asal muasal tokoh Syekh Maulana Muhammad Syafei ini. Pertama, beliau disebutkan berasal dari Banten. Pendapat ini memperhatikan nama depannya yaitu “maulana” sebagai nama gelar yang identik dengan sultan-sultan Banten sebelum tahun 1638 M. Setelah tahun tersebut, gelar “maulana” tidak pergunakan lagi. Di antara sultan Banten yang memakai gelar tersebut yaitu, Sultan Maulana Hasanudin (1552-1570), Sultan Maulana Muhammad atau Maulana Muhammad Nasrudin (1580-1596).

Menurut pendapat ini, Syekh Maulana Muhammad Syaef’i adalah saudara kandung atau adiknya Maulana Syekh Mansyur Cikaduen. Keduanya putra Sultan Abdul Fatah atau disebut juga Sultan Agung Tirtayasa. Syekh Agung Tirtayasa lahir pada tahun 1631 M dan wafat pada tahun 1683 M yang menjadi penguasa Banten menggantikan kedudukan ayahnya yaitu Syekh Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651 M).

Menurut cerita yang berkembang, Syekh Maulana Muhammad Syafei pada dasarnya merupakan putra mahkota yang kelak berhak untuk menempati singgasana kesultanan. Namun karena mendapat petunjuk dari leluhurnya agar keluar dari lingkungan keraton untuk menyebarkan ajaran Islam, akhirnya sang pangeran memutuskan untuk pergi menuju arah selatan melewati daerah pedalaman Pandeglang, Labah, Bogor, Cianjur, Surade Sukabumi hingga Cisewu Garut. Konon, rute ini merupakan jalur yang biasa dipergunakan Syekh Maulana Yusuf untuk menghindari pengejaran pasukan penjajah Belanda.

Pendapat yang kedua mengemukakan, bahwa Syekh Maulana Muhammad Syafei berasal dari Cirebon. Menurut pendapat ini, Ia merupakan putra dari Sultan Anom Muhammad Kaerudin, Sultan keempat Kanoman Cirebon. Informasi ini didapatkan berdasarkan penelusuran salah seorang tokoh pemangku kasepuhan Makam Keramat Cijenuk pada tahun 1982 ke Kesulatanan Cirebon semasa Pangeran Jalaludin.

Sumber informasi ini didapatkan dari buku dokumen yang terdapat di Kesultanan yang memuat nama gelar Syekh Maulana Raden Muhammad Syafei, yakni Pangeran Raja Atas Angin. Sejak saat itu, diterbitkan surat keputusan yang memuat pengakuan dari Kesultanan Kanoman bahwa Pangeran Raja Atas Angin merupakan keturunan dari Kesultanan Cirebon. Pengakuaan ini diperkuat dengan kehadiran petugas Kesultanan Cirebon pada beberapa tahun setelah itu untuk memandu langsung setiap pelaksanaan haol Syekh Maulana Muhammad Syafei.

Tibalah Syekh Maulana pada sebuah tempat yang dipandang cocok untuk dijadikan sebagai pusat utama penyebaran Islam sekaligus tempat persembunyian dari pantauan penjajah Belanda, yakni Cijenuk. Lokasi ini berada di wilayah Selatan dari Kota Bandung. Lokasinya yang berbukit dan jauh dari pusat pemerintahan kolonial seperti Bandung, Cianjur, Sumedang dan Bogor di dipandang sangat tepat.

(Bersambung ke: Syekh Maulana Muhammad Syafe'i (II): Rute Dakwah )
___________
Tulisan ini diolah dari hasil wawancara dengan Bapa Ii Prawiranegara (Pemangku Kasepuhan Makam Keramat Cijenuk, KH. ZA Maulana (Pengasuh Pesantren Daarunadwah Cijenuk), KH. Abdul Mudjib (Pengasuh Pesantren Daarusyifa Cijenuk), dan KH. Ade Saepul Mu’min (Peneliti Silsilah Nasab) pada bulan Desember 2017-Februari 2018 dan Buku tuntuan Ziarah Kubur yang diterbitkan Yayasan Syekh Maulana Muhammad Syafei.

Penulis: Edi Rusyandi
(Peminat Kajian Pesantren)